Pelajar Jepang Pelaku Tindak Kejahatan Seksual, Menjalani Persidangan Perdana

DENPASAR – Pantaubali.com – Kasus tindak kejahatan seksual terhadap adik kelasnya(15) di lakukan seorang pelajar WNA asal Jepang berinisial FS (17).

Akhirnya menjalani persidangan perdana tertutup secara online dipimpin Majelis Hakim, Kony Hartanto, dengan menghadirkan 6 saksi, 3 saksi dari pihak korban, dan 3 saksi di tempat kejadian.

Terdakwa disidangkan dilakukan dari rumah tahanan Polresta Denpasar, Terdakwa merupakan titipan penahanan dari kejaksaan.

Pelaksanaan persidangan di gelar di Ruang Sidang Anak, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, kemarin,(Selasa (6/12).

Kuasa hukum korban Siti Sapurah, mengapresiasi dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum Ni Putu Widyaningsih terhadap terdakwa FS.Terkait Pasal 81 tentang persetubuhan terhadap anak, dan Pasal 82 tentang perbuatan cabul terhadap anak.

Menurut Dirinya, nantinya akan ada pembuktian dari jaksa penuntut umum terkait adanya kebohongan dan adanya bujuk rayu, hingga terjadinya persetubuhan di dalam toilet salah satu Mall di Nusa Dua, Badung meski dikatakan oleh terdakwa istilah suka sama suka.

“Suka sama suka kan tidak mengharuskan, atau tidak memberikan orang alasan pembenar bahwa orang itu boleh menyetubuhi anak orang tanpa dinikahi, ini Indonesia bukan Jepang, orang diatas 16 tahun mungkin bebas melakukan hubungan seksual. Tapi Indonesia, negara hadir untuk anak-anak Indonesia,” paparnya.

Dirinya menyampaikan, Indonesia memiliki Undang- Undang yang luar biasa yakni Undang Undang Perlindungan Anak tentang Kekerasan Seksual, yaitu, Undang-Undang No 17 Tahun 2016 dan adanya sistem peradilan pidana anak, Undang-Undang No 11 Tahun 2012, artinya anak di atas 14 tahun plus 1 hari, dibawah 18 tahun disebutkan pelaku boleh ditahan.

Jadi tidak ada pembenar istilah suka sama suka. Sebab, dari rentetan peristiwa itu terjadi bujuk rayu dapat dibuktikan jaksa penuntut umum.

“Tidak ada ancaman, tidak ada paksaan, tapi ada bujuk rayu disitu, ada rentetan kebohongan disitu. Itulah nanti akan dibuktikan oleh jaksa penuntut umum,” jelasnya.

Dikatakan juga kuasa hukum pelaku pada sidang perdana ini merasa keberatan karena, terganggu dengan kehadiran Ipung di ruang sidang.

“Saya ingin memberikan edukasi kepada semua masyarakat, mungkin semua rekan-rekan advokat, kita dilindungi sama undang-undang, baik anak pelaku atau anak korban sama-sama punya hak menunjuk seorang kuasa hukum yaitu seorang advokat. Tapi bagaimana ceritanya saat pengacara menunjuk saya dan mengatakan hadirnya kuasa hukum korban di ruang sidang, dengan alasan jaksa penuntut hukumlah yang menggantikan korban,” paparnya.

Pelaksanaan sidang selanjutnya akan dilakukan pada hari ini (7 Desember 2022), dengan agenda sidang menghadirkan saksi lainnya dan pemeriksaan saksi ahli.