Upaya Penyelamatan, Pemerintah Diharapkan Perluas Ruang Tampil Joged Bumbung Klasik

DENPASAR – Pantaubali.com Budayawan, Prof Dr I Wayan Dibia mengusulkan agar Pemerintah daerah dapat memperluas ruang tampil bagi tari Joged Bumbung Klasik sebagai salah satu upaya untuk penyelamatan salah satu tari pergaulan Bali tersebut.

“Agar kemunculan Joged Bumbung jaruh (porno) tidak sampai mematikan tari Joged Bumbung itu sendiri, perlu segera dilakukan upaya penyelamatan,” ujarnya di Taman Budaya, Denpasar, kemarin,(Jumat,(28/3).

Munculnya Joged Bumbung porno telah membangun citra negatif bukan saja terhadap tari Joged Bumbung, melainkan juga terhadap budaya pertunjukan Bali.

“Akankah tari Joged Bumbung jaruh seperti ini dibiarkan terus meracuni etika moral para generasi Bali? Apalagi Joged Bumbung telah mendapatkan pengakuan UNESCO,” katanya.

Jika dilihat, tari Joged Bumbung diperkirakan lahir di 1940-an di Desa Kalapaksa, Kabupaten Buleleng, sejak 1990-an perlahan-lahan berubah menjadi tontonan cabul atau “jaruh”.

Baca Juga:  WNA Perempuan Asal Belarus Tewas Tertabrak Bus di Jalan Sutomo

Bahkan, Joged Bumbung yang mengutamakan aksi-aksi seksual vulgar di atas pentas dalam beberapa tahun terakhir hingga sekarang sudah tersebar luas di media sosial.

Tari Joged Bumbung yang mengutamakan aksi-aksi seksual tentunya telah melanggar tiga landasan kesenian Bali yakni satyam (kebenaran), siwam (kesucian) dan sundaram (keindahan).

“Dalam tradisi budaya Bali, gerak-gerak yang bersifat jaruh (cabul) yang dilakukan tidak pada tempatnya, juga dipandang sebagai sesuatu yang merusak kesucian dan tentu tidak patut dilakukan di depan umum,” cetusnya.

Upaya-upaya pembinaan dan penyelamatan tari Joged Bumbung agar tidak terus berkembang ke arah porno telah dilakukan sejak 2010 oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan bekerja sama dengan Listibiya Bali, MUDP dan juga didukung oleh pihak kepolisian.

Baca Juga:  WNA Perempuan Asal Belarus Tewas Tertabrak Bus di Jalan Sutomo

Sedikitnya dalam kaitan dengan hal tersebut ada tiga hal untuk upaya penyelamatan tari Joged Bumbung.

Pertama, pemerintah daerah dapat memperluas ruang tampil bagi tari Joged Bumbung Klasik (joged yang sesuai pakem).

“Selama ini ruang tampil tari Joged Bumbung klasik masih relatif terbatas. Jika masyarakat telah sering menyaksikan pertunjukan tari Joged Bumbung Klasik, maka masyarakat akan semakin tahu perbedaan tari joged yang pantas untuk di depan publik atau tidak,” bebernya.

Kedua, menciptakan tari Joged Bumbung inovasi dengan wajah dan teknik penampilan baru. Misalnya tari Joged Bumbung dengan 6-10 orang penari dan dengan pola koreografi yang apik dan menarik.

Selanjutnya Ketiga, mengadakan festival-festival Joged Bumbung secara berkala mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan hingga provinsi, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak kesempatan untuk menyaksikan tarian sesuai pakem.

Baca Juga:  WNA Perempuan Asal Belarus Tewas Tertabrak Bus di Jalan Sutomo

“virus” Joged jaruh telah masuk pada pertunjukan arja muani, prembon, bonderes dan termasuk calonarang. Bahkan dalam bondres aksinya menjadi lebih vulgar karena merasa penarinya itu laki-laki.

“Gerak porno yang berlebihan dalam bondres walaupun mungkin bisa membuat penonton tertawa, secara tidak langsung telah melecehkan nilai-nilai kewanitaan,” katanya.

Kemudian Kepala Bidang Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ni Wayan Sulastriani saat membuka kegiatan workshop mengharapkan kerja sama berbagai pihak untuk mengembalikan tari Joged Bumbung agar sesuai pakem.

“Pembinaan-pembinaan telah kami lakukan dengan menggandeng berbagai pihak, namun ke depannya tentu diperlukan berbagai langkah strategis.Dalam Pesta Kesenian Bali tahun ini juga akan digelar Parade Joged Bumbung,” pungkasnya.