Larangan Mudik,Dinilai Berdampak Buruk ke Pelaku Usaha Transportasi Umum

TABANAN – Pantaubali.com – Adanya larangan penggunaan transportasi umum melayani mudik diberlakukan mulai 6 Mei 2021 tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 Tahun 2021.

Akan tetapi, peraturan di tengah Pandemi akhirnya memberi dampak kurang baik pada pelaku usaha transportasi umum.

“Jelas ada pengaruhnya. Mulai 6 Mei 2021 nanti sudah tidak ada yang beli tiket (bus),” ujar pemilik PO Bus Gunung Harta, I Wayan Sutika, saat dikonfirmasi,Rabu (28/4) di Tabanan.

Sampai saat ini tetap menunggu kebijakan dari pemerinta pusat yang tengah membahas kemungkinan adanya kelonggaran bagi perusahaan-perusahaan trasnportasi nantinya.Sejauh ini, Pemerintah belum mampu memberikan bantuan kepada perusahaan-perusahaan transportasi umum pada khususnya.

“Dulu kami (perusahaan PO Bus) dijanjikan bantuan. Sekarang bantuan itu tidak bisa. Terus tadi ada informasi lagi dibahas pemberian kelonggarannya. Bentuk kelonggaran itu sedang dibahas di Jakarta,” bebernya.

Baca Juga:  Bupati Jembrana Bantu Pemilik Dokar di Jembrana

Setidaknya kelonggaran terkait penerapan larangan mudik dengan transportasi umum tersebut setidaknua benar adanya.Bus diizinkan beroperasi dengan pengaturan-pengaturan disesuaikan dengan protokol kesehatan (prokes). Seperti ketentuan kapasitas maksimal 20 persen dari jumlah keseluruhan tempat duduk. Serta surat-surat keterangan yang harus dipenuhi penumpang.

“Mudah-mudahan itu betul. Harapan kami, (kelonggaran) itu betul-betul,” katanya.

Dari pengamatanya sejak pandemi Covid-19 melanda lebih dari setahun lalu serta muncul beberapa aturan-aturan yang berimbas pada kegiatan masyarakat, perusahaan transportasi umum menjadi salah satu yang terkena dampaknya.

Akibat dampak tersebut, pihaknya harus mengambil keputusan mengurangi jumlah karyawan, mengembalikan armada bus kepada leasing, sampai menempuh penangguhan pembayaran bunga. Kemudian dari sisi operasional, jumlah armada atau bus beroperasi paling banyak enam bus. Khususnya untuk trayek ke Jember dan Lumajang.

Baca Juga:  Terungkap Motif Pengeroyokan di Desa Nyambu Hingga Satu Orang Tewas, Pelaku Emosi Korban Ugal-Ugalan

“Itupun (jumlah) penumpangnya paling banyak 20 orang. Bagaimana, orang mereka sudah tidak ada uang. Tidak dapat kerjaan,” ucapnya.

Perubahan situasi tersebut pastinya berpengaruh pada pendapatan. Tentu situasi pandemi membuat pandapatan perusahaan menjadi ikut merosot drastis dan bertahan pada kisaran dua puluh persenan.

“Turunnya bisa sampai Rp 8 miliar. Kalau sebelum (pandemi) sekitar Rp 11 miliar. Sekarang tinggal Rp 3 atau Rp 2 miliar,” tutupnya.